Satu Jam di Tempat
Aku menyaksikan beberapa ekspresi wajah di sana. Ada yang menunduk, lalu ada yang mendengak. Rambutnya beraneka: dari yang baru saja dibotak sampai pada yang tak dipotong-potong, atau menggondrong.
Arah jam tiga ada yang tertawa lepas, tandanya ia telah menerima hal-hal yang dijatuhkan padanya. Di sebelah kananku menangis, meminta ampun pada orang yang dijumpainya. Melihatnya mengeluarkan air mata, membuat pandanganku berkaca-kaca. Aku hanyut dalam perjumpaan orang yang sama sekali tak ku kenal.
Sebrangku berpelukan. Lelaki itu memijit tangan wanitanya, ia mengelus-ngelusnya juga. Mengusap pipi dan kepalanya. Mereka tersenyum, namun tidak hangat. Itu senyum yang menyakitkan.
Lalu ada yang berciuman. Bergulat lidah dengan air mata yang juga mengucur. Semoga hal ini akan segera sudah, lalu kalian bisa bersama.
Pria berumur 40 tahunan itu tak melepas pelukan anaknya yang masih merangkak. Ia tertawa lepas. Dituntunnya merangkak, diangkat badannya dengan kasih sayang. Ia tulus merindukannya, namun hanya Tuhan yang mengetahui segalanya.
Aku kembali melihat orang di depanku. Mata kami bertabrakan. Ia adalah manusia yang suka bergurau. Aku dan teman-teman lainnya menyukai gurauannya. Kami sama-sama membuang pandangan secara asal. Lalu kembali sama-sama memandang dengan tak sengaja. Lalu kembali menyapu isi ruangan lagi.
Ia izin, berdiri, dan merebut mik. Ia bernyanyi.
Liriknya kurang lebih begini;
Kita adalah orang yang tak salah, dijatuhin rasa bersalah
Kita tertidur bersama, dengan orang yang tak dikenal
Aku menyeka air mata. Ayo segera berjumpa
Komentar
Posting Komentar