Kotak-Kotak
Sebenarnya, saat dikatakan perempuan identik dengan cingeng, kurang bisa memimpin karena pengaruh psikologinya yang sering emosional, aku keberatan untuk menerimanya.
Dua puluh tahun aku bernapas. Berkali-kali aku jumpa dengan lelaki yang berlagak sok bisa berkuasa. Yang diomongi sampah, yang dikatakan omong kosong. Kerap marah, alasannya "dia lelah, karena itu kurang bisa kendalikan emosinya. nanti juga kembali lagi kaya biasa."
Berkali-kali aku menemukan lelaki yang duduk dibangku pemimpin. Kerjanya kosong. Tapi tidak jarang pula aku temukan lelaki yang mampu bersikap tenang. Tetap menjaga kestabilan di tengah emosionalnya, supaya program kerjanya berjalan pula.
Di samping itu, aku sering dengar kalimat "Perempuan itu sebenarnya bisa memimpin, tapi penelitian bilang kalau psikolog pada perempuan mempengaruhinya. Perempuan itu kan rentan, sering marah."
Pernah kujumpai perempuan yang begitu hebatnya. Tanpa pernah mengeluh di depan anggota, ia tangani keseluruhannya. Tidak kujumpai kerentanan personal yang beri pengaruh buruk pada kinerjanya. Artinya, penelitian pada perempuan menurut pandanganku adalah kesalahan.
Perempuan bersifat keibuan. Perempuan sangat cingeng. Perempuan penghambat karena psikolognya yang terlalu menggunakan hati, adalah omong kosong.
Rekayasa yang diciptakan kebanyakan manusia itu terlalu menghambat perempuan untuk capai keinginannya. Menjadi hakim misal, perempuan begitu jarang kudengar. Katanya, logika tidak berjalan. Terlalu mengikuti suara hati, ditakutkan fatal. Padahal itu adalah kesalahan. Anggaplah perempuan memiliki naluri baik bernama keibuan. Lalu bagaimana dengan ibu kandung yang lakukan kekerasan pada darah dagingnya? Naluri keibuan mana?
Naluri simpati dan rasa kasihan yang terjebak dalam perempuan adalah rekayasa yang diciptakan. Lalu bagaimana dengan laki-laki? Apakah mereka benar-benar berpikir secara logika, tanpa ada kecacatan?
Bagaimana bisa saat laki-laki lengah ia dikatakan lelah. Sedangkan perempuan dianggap jiwanya yang kena. Lelucon bukan?
Kesalahan itu terletak dalam kotak besar bernama jenis kelamin. Padahal, pemikiran dan jiwa manusia yang harusnya dieliminasi. Bukan karena ia perempuan maupun lelaki. Tapi karena ia sendiri tak sanggup untuk menggeluti.
Komentar
Posting Komentar