Ceritaku di Indonesia: Keanekaragaman yang Begitu Melimpah
Ridwan Kamil -- Gubernur Jawa Barat pernah menulis kalimat, tugas maha besar generasi kita adalah mewariskan toleransi bukan kekerasan
Hari ini, pada 22 Januari 2020 aku membaca berita memilukan. Kejadian ini telah terjadi sekitar sembilan belas tahun silam, akan tetapi keprihatinan itu masih mengganjal hingga sekarang. Kerusuhan Sampit pada 2001 itu terjadi bukan karena hal besar, aku menangkapnya hal itu berlangsung sebab adanya kegagalan merawat perbedaan.
Perbedaan etnis itu masalah besar, kalimat itu sebenarnya tidak pernah ada. Tuhan menciptakan perbedaan karena kebanyakan hal yang sama itu tidak menarik -- begitulah aku menangkapnya. Mari merenung sejenak, pasti sangat tidak menyenangkan jika Indonesia disesaki oleh suku Melayu secara keseluruhan, atau bahasa daerahnya hanya satu; yaitu bahasa Sunda. Tidak ada khas, dan kita sebagai orang-orang yang tinggal tidak akan pernah belajar tentang hal baru.
Tidak berhenti diperistiwa Sampit, masih banyak kasus rusuh di negeri ini. Label minoritas dan mayoritas mendominan pun kadang menjadi hal yang diperdebatkan disosial media.
Tapi aku sangat yakin sekali, masih banyak orang di Indonesia yang merawat keberagaman di lingkungan mereka dengan saling menghargai dan toleransi. Contoh kecilnya adalah, aku dimasa sekarang.
Perkenalkan, namaku Ellya berumur delapan belas tahun. Saat di bangku SMP aku memiliki kesalahan besar, yaitu membenci adanya etnis Tionghoa. Pikiranku dulu begitu sempit, tidak mau membaca dan menerima adanya berita, hingga dengan mudahnya aku menerima hoax yang beredar di internet. Aku percaya, orang China itu akan merebut kejayaan Indonesia disuatu hari nanti. Begitulah aku membaca di salah satu artikel yang lewat di time line. Hingga suatu hari sahabatku yang berbeda agama denganku menyadarkan: tidak boleh seperti itu, tidak baik hanya memandang sesuatu dari suku, agama, dan ras mereka. Manusia melakukan kesalahan, akan tetapi tidak berdasar dari darah mereka berasal. Kurang lebih lontaran kalimat yang masih kuingat itu seperti itu.
Dari hari itu, aku berbaur kepada orang-orang lainnya. Tadinya aku hanya bergaul dengan satu orang yang serupa denganku agamanya, lalu aku berbaur dengan sekelompok orang yang tidak tidak satu agama dan suku denganku. Ada suku Jawa, Batak, Nias, dengan agama Kristen, Katolik, dan Islam.
Kenekaragaman ini sangat menyenangkan. Dari mereka aku tahu perayaan apa saja di agama mereka dan beberapa etikanya. Dari perbedaan ini aku sadar kalau ternyata tidak semua ajaran bisa diterapkan di suku-suku lainnya.
Saat aku menggelar sajadah di kelas di hari Jumat, teman-temanku langsung diam menghentikan obrolan mereka.
"Ssst diam, Ellya sedang solat Zuhur."
Dalam kekhusyukkan aku tertegun dengan bisikan itu. Ini hal sederhana, akan tetapi disampaikan oleh orang yang berbeda keyakinan denganku hingga menjadi suatu hal yang begitu istimewa. Perbedaan-perbedaan ini tidak pernah menjadi alasan pertikaian pertemanan kami. Jadi aku yakin sekali, keanekaragaman di Indonesia adalah salah satu tantangan menuju persatuan.
Saat masuk sekolah setelah liburan hari raya Idul Fitri, aku membawakan kue hari raya yang masih sisa di rumah. Mereka senang dengan adanya sikap berbagi seperti ini, membuatku berpikir begitu yakin kalau menanamkan rasa peduli dan berbagi kepada siapapun sama dengan merekatkan silahturahmi. Meskipun kami berbeda keyakinan, aku yakin sekali kami adalah saudara se-tanah air yang memiliki satu tujuan.
Ridwan Kamil -- Gubernur Jawa Barat pernah menulis kalimat, tugas maha besar generasi kita adalah mewariskan toleransi bukan kekerasan. Menanamkan toleransi dalam bermasyarakat itu sangat diutamakan, untuk mengenal Indonesia dan menenentramkan kehidupan. Aku tidak bisa berpikir, apa jadinya Indonesia tanpa toleransi di tengah keberagaman yang begitu melimpah? Jangankan hidup dengan tenang, bernapaspun aku pikir akan menjadi hal yang begitu sulit untuk dilakukan.
Menebar kebaikan dan bertoleransi kepada siapapun menjadi hal yang harus ditanamkan di era jajahan digital ini. Kita sebagai penduduk, rakyat, generasi Indonesia harus berpacu dan saling bersatu untuk memberikan bukti bahwa Indonesia mampu 'bergandengan' dengan jutaan perbedaan. Kita sebagai penerus bangsa harus cerdas, merangkul kebaikan dengan memanfaatkan perbedaan menuju kancah Internasional.
Tidak memalukan menjadi negara yang sangat menjunjung toleransi, maka seharusnya negeri Pertiwi pun seperti ini.
Memandang perbedaan menjadi kekuatan
Menjadikan perbedaan menuju kejayaan
Ini cara saya merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/ sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia Baik" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya bisa Anda lihat di sini https://m.kbr.id/nusantara/01-2021/yuk__ikut_lomba_konten_baik_tentang_keberagaman/104607.html
Komentar
Posting Komentar