Melepaskan Waktunya
Karena daun akan gugur meninggalkan pohonnya di waktu yang tepat. Karena kepompong akan menjelma menjadi menarik di waktu yang sudah ditentukan. Karena seorang anak akan meninggalkan orangtuanya di suara yang sudah disetujui.
Kenyataannya seperti itu. Siap bahagia disatu momen, berarti akan siap menangis di cerita lainnya. Perihal kehilangan dan perubahan yang tidak terduga, seharusnya wajib untuk dilaluinya. Ada yang marah, padahal ia sendiri yang menciptakan. Ada yang kecewa, padahal begitulah ceritanya. Bahkan ada yang tidak menerima, seolah-olah itu baru terjadi; hanya pada dirinya.
Semuanya akan berhadapan dengan kesibukan. Pada kehilangan. Pada kelelahan. Tereleminasi kekalahan, hingga menunjukkan poin poin sebenarnya; semuanya akan terganti dan akan baik baik saja.
Dentingan sendok yang saling beradu dengan sendok lainnya akan geming nanti, karena tuannya akan pergi, meninggalkan ke tempat yang baik untuk dirinya dan orang lain. Yang bergandengan akan menggenggam tangan sebelahnya sendiri, menguatkan akan kesendirian yang kembali. Yang duduk bercengkrama hanya akan tersisa beberapa lagi, dalam keadaan tidak sama;mengingat hal yang sudah dilalui.
Semuanya menyakitkan. Tapi seperti itu, cara 'lapangan' bekerja. Apa yang abadi? Persahabatan yang terjalin puluhan tahun? Tidak, ia juga akan pergi. Suara tawa akan tergantikan dengan tangisan. Entah perpisahan atau pengkhianatan. Lalu apa? Keluarga? Tidak juga. Celah kerusuhan sangat sangat terlihat jelas, begitu juga dengan besarnya kemungkinan perpisahan. Lebih mudah terpisahkan, entah karena keluarga baru atau kesibukan yang belum dan sangat tidak bisa dihindar.
Karena menghadapinya adalah cara paling terbaik. Menerima dan berdamai dengan kesendirian, dengan perpisahan, dengan perubahan. Karena pelangi tidak bertahan seumur hidup, maka sama dengan senyuman. Tidak bertahan selama yang diinginkan.
Pohon akan runtuh, lingkaran kehidupan juga akan seperti itu.
Komentar
Posting Komentar